Sebagian besar orang takut dengan hal-hal yang berbau misteri, tapi ada juga orang yang sangat berani untuk mengungkap hal-hal yang penuh misteri,bahkan menjadikan hal yang misteri itu sebagai pekerjaannya, salah satu pekerjaan itu adalah sebagai arkeolog Mesir Kuno. Sekitar abad 18, di Mesir mulai banyak para peneliti yang brdatangan untuk meneliti para mumi dan piramida Mesir, kita ambil contoh Champoleon. Seorang figure yang mampu membaca dan menafsirkan huruf hieroglif yang tertera pada dinding-dinding pyramid berkat adanya kesamaan tulisan dengan kitab suci Bibble. Selain Champoleon banyak juga ilmuan khusunya dri perancis yang mengadakan penelitian. Dari banyak peneliti, dapat kita simpulkan bangsa Mesir Kuno memandang kematian sebagai suatu langkah menuju jalan kehidupan yang lebih bermakna di kehidupan dunia berikutnya. Jadi mereka sama sekali tidak takut terhadap kematian.
Stiap orang pada zaman Mesir Kuno menyembah Firaun sebagai Tuhan mereka. Perlu diperhatikan banyak orang salah kaprah terhadap pengertian Firaun disini. Firaun bukan merupakan seorang individu namun merupakan sebutan kehormatan bagi para raja Mesir Kuno. Karena banyak Firaun yang memerintah di Mesir, maka sampai sekarang masih belum pasti Firaun yang mana yang menyatakan diri sebagai Tuhan sekaligus Firaun yang menghadapi Nabi Musa As. Namun saya pernah membaca dari buku, bahwa Firaun yang menghadapi Musa dan mati di Laut Merah adalah Firaun bernama Ramsses II. Disebutkan pula dibuku ini bahwa Musa tidak menyebrang ke Laut Merah namun Musa dan rombongannya yang dikejar Ramsses menyebrang melewati Laut Alang-Alang. Saya juga tidak tahu pastinya, yang jelas Al-Quran hanya meyebutkan Musa membelah lautan.
Orang-orang mesir percaya bahwa setiap orang dianggap mempunyai tiga jiwa yaitu ka, ba, dan akh. Agar ketiganya tetap baik maka, tubuh mereka yang meninggal harus tetap utuh. Oleh karena itu, bangsa Mesir Kuno berusaha mengawetkan tubuh orang yang telah mati. Berangsur-angsur Bangsa Mesir Kuno mengembangkan teknik pembalseman untuk mengawetkan tubuh raja-raja dan orang-orang kaya yang mampu membayarnya.
Adapun cara dalam melakukan mumifikasi adalah dengan mengeluarkan organ tubuh manusia dan menyimpannya dalam ‘guci canopic’ dan tubuhnya dikeringkan menggunakan natron (garam). Kemudian tubuh yang telah dikeringkan diisi dengan serbuk gergaji, damar, dan natron, setelah itu dibalut dengan perban. Tubuh yang telah dibalsem disebut mumi.
Begitulah cara memumikan orang, namun untuk prosesi pemakamannya belum selesai. Stelah tubuh tadi dibalsem, sebuah topeng potret diletakan dikepala mumi, lalu mumi tersebut diletakan dalam peti mati. Bentuk peti mumijuga tidak boleh sembarangan. Bentuk peti harus berupa anthropoid atau peti berbentuk manusia. Menurut sumber yang saya baca peti ini mulai digunakan setelah tahun 2000SM. Sering kali, sang mumi diletakan dalam sekumpulan dua atau tiga peti, dan setiap peti diukir dan dicat serta dihiasi emas dan permata.
Saat pemakaman juga terdapat doa khusus yang dibacakan oleh seorang dukun. Pada awalnya, doa tersebut diukir pada tembk pyramid sebagai ‘Teks Piramid’. Berikutnya, mereka ditulis diatas peti sebagai ‘Teks Peti’. Mulai tahun 1500SM, teks tersebut ditulis dalam lontar yang terdapat dalam buku kematian.
Stiap orang pada zaman Mesir Kuno menyembah Firaun sebagai Tuhan mereka. Perlu diperhatikan banyak orang salah kaprah terhadap pengertian Firaun disini. Firaun bukan merupakan seorang individu namun merupakan sebutan kehormatan bagi para raja Mesir Kuno. Karena banyak Firaun yang memerintah di Mesir, maka sampai sekarang masih belum pasti Firaun yang mana yang menyatakan diri sebagai Tuhan sekaligus Firaun yang menghadapi Nabi Musa As. Namun saya pernah membaca dari buku, bahwa Firaun yang menghadapi Musa dan mati di Laut Merah adalah Firaun bernama Ramsses II. Disebutkan pula dibuku ini bahwa Musa tidak menyebrang ke Laut Merah namun Musa dan rombongannya yang dikejar Ramsses menyebrang melewati Laut Alang-Alang. Saya juga tidak tahu pastinya, yang jelas Al-Quran hanya meyebutkan Musa membelah lautan.
Orang-orang mesir percaya bahwa setiap orang dianggap mempunyai tiga jiwa yaitu ka, ba, dan akh. Agar ketiganya tetap baik maka, tubuh mereka yang meninggal harus tetap utuh. Oleh karena itu, bangsa Mesir Kuno berusaha mengawetkan tubuh orang yang telah mati. Berangsur-angsur Bangsa Mesir Kuno mengembangkan teknik pembalseman untuk mengawetkan tubuh raja-raja dan orang-orang kaya yang mampu membayarnya.
Adapun cara dalam melakukan mumifikasi adalah dengan mengeluarkan organ tubuh manusia dan menyimpannya dalam ‘guci canopic’ dan tubuhnya dikeringkan menggunakan natron (garam). Kemudian tubuh yang telah dikeringkan diisi dengan serbuk gergaji, damar, dan natron, setelah itu dibalut dengan perban. Tubuh yang telah dibalsem disebut mumi.
Begitulah cara memumikan orang, namun untuk prosesi pemakamannya belum selesai. Stelah tubuh tadi dibalsem, sebuah topeng potret diletakan dikepala mumi, lalu mumi tersebut diletakan dalam peti mati. Bentuk peti mumijuga tidak boleh sembarangan. Bentuk peti harus berupa anthropoid atau peti berbentuk manusia. Menurut sumber yang saya baca peti ini mulai digunakan setelah tahun 2000SM. Sering kali, sang mumi diletakan dalam sekumpulan dua atau tiga peti, dan setiap peti diukir dan dicat serta dihiasi emas dan permata.
Saat pemakaman juga terdapat doa khusus yang dibacakan oleh seorang dukun. Pada awalnya, doa tersebut diukir pada tembk pyramid sebagai ‘Teks Piramid’. Berikutnya, mereka ditulis diatas peti sebagai ‘Teks Peti’. Mulai tahun 1500SM, teks tersebut ditulis dalam lontar yang terdapat dalam buku kematian.
0 komentar
Posting Komentar