Cerita
rakyat Jepang adalah cerita dari folklore lisan yang lahir dan beredar
di kalangan rakyat Jepang. Istilah yang digunakan di Jepang dalam
literatur yang diterbitkan sesudah zaman Meiji hingga awal zaman Showa
adalah minwa, mindan, atau ritan (cerita rakyat), kohi (cerita yang
ditulis di batu), densetsu (legenda), dowa (cerita anak), otoginabashi
(dongeng fantasi), dan mukashibanashi (cerita zaman dulu), dan
sebagainya.
Momotaro
Momotaro
adalah cerita rakyat Jepang yang mengisahkan anak laki-laki super kuat
bernama Momotaro yang pergi membasmi raksasa. Diberi nama Momotaro
karena ia dilahirkan dari dalam buah persik (momo), sedangkan "Taro"
adalah nama yang umum bagi laki-laki di Jepang
Di
zaman dulu kala, hiduplah seorang kakek dan nenek yang tidak punya
anak. Ketika nenek sedang mencuci di sungai, sebutir buah persik yang
besar sekali datang dihanyutkan air dari hulu sungai. Buah persik itu
dibawanya pulang ke rumah untuk dimakan bersama kakek. Dipotongnya buah
persik itu, tapi dari dalamnya keluar seorang anak laki-laki. Anak itu
diberi nama Momotaro, dan dibesarkan kakek dan nenek seperti anak
sendiri.
Momotaro
tumbuh sebagai anak yang kuat dan mengutarakan niatnya untuk membasmi
raksasa. Pada waktu itu memang di desa sering muncul para raksasa yang
menyusahkan orang-orang desa. Momotaro berangkat membasmi raksasa dengan
membawa bekal kue kibidango. Di tengah perjalanan menuju pulau raksasa,
Momotaro secara berturut-turut bertemu dengan anjing, monyet, dan
burung pegar. Setelah menerima kue dari Momotaro, anjing, monyet, dan
burung pegar mau menjadi pengikutnya.
Di
pulau raksasa, Momotaro bertarung melawan raksasa dengan dibantu
anjing, monyet, dan burung pegar. Momotaro menang dan pulang membawa
harta milik raksasa.
Issun Boshi
Issun
Boshi (Biksu Tiga Sentimeter) adalah cerita rakyat Jepang tentang
pendekar berukuran tubuh tiga sentimeter. Senjatanya berupa katana dari
sebatang jarum, sedangkan perahunya adalah mangkuk dari kayu yang
didayung dengan sumpit. Cerita Issun Boshi yang umum dikenal orang
berasal dari buku cerita bergambar Otogizoshi.
Pasangan
suami istri lanjut usia yang tidak punya anak memohon kepada Sumiyoshi
no Kami agar diberi anak. Permintaan mereka dikabulkan, dan lahir
seorang anak yang tinggi tubuhnya hanya 1 sun (ukuran panjang yang
setara dengan 3 cm). Anak itu ternyata tidak mau besar-besar, dan
tingginya tetap 3 cm sehingga diberi nama Issun Boshi yang berarti
"biksu satu sun".
Pada
suatu hari, Issun Boshi ingin menjadi samurai. Ia pergi ke Kyoto
membawa pedangnya berupa sebatang jarum, dan berlayar dengan perahu dari
mangkuk kayu yang didayung dengan sebilah sumpit. Di Kyoto, ia diterima
bekerja oleh sebuah keluarga yang tinggal di rumah besar dan mewah.
Ketika putri dari keluarga tersebut ingin pergi ke kuil, Oni bermaksud
menculiknya. Issun Boshi berkelahi dengan Oni untuk melindungi sang
putri. Oni menelan tubuh Issun Boshi. Bagian dalam perut Oni
ditusuk-tusuk oleh Issun Boshi. Oni yang merasa kesakitan meminta Issun
Boshi untuk berhenti menusuk-nusuknya. Oni menyerah dan memuntahkan
kembali Issun Boshi.
Oni
melarikan diri ke gunung setelah meninggalkan sebuah palu ajaib. Palu
itu disebut Uchide no Kozuchi yang bisa mengabulkan permintaan atau
mengeluarkan uang bila diayunkan. Issun Boshi menggunakan palu ajaib
untuk mengubah tubuhnya menjadi seukuran laki-laki dewasa. Issun Boshi
menikahi sang putri dan hidup bahagia selamanya. Mereka berdua bisa
mendapat makanan enak dan uang berlimpah hanya dengan mengayunkan palu
ajaib.
Urashima Taro
Urashima
Taro adalah legenda Jepang tentang seorang nelayan bernama Urashima
Taro. Ia diundang ke Istana Laut (Istana Ryugu) setelah menyelamatkan
seekor penyu. Dalam catatan sejarah Provinsi Tango (Tango no kuni
fudoki) terdapat cerita berjudul Urashima no ko, tapi menceritakan
tentang delapan bidadari yang turun dari langit. Selain itu, kisah
Urashima Taro disebut dalam Nihon Shoki dan Man'yoshu. Cerita yang
sekarang dikenal orang adalah versi Otogizōshi asal zaman Muromachi.
Seperti lazimnya cerita rakyat, berbagai daerah di Jepang masing-masing
memiliki cerita versi sendiri tentang Urashima Taro.
Seorang
nelayan bernama Urashima Taro menolong seekor penyu yang sedang disiksa
sekawanan anak-anak. Sebagai rasa terima kasih telah ditolong, penyu
mengajak Taro berkunjung ke Istana Laut.
Dengan
menunggang penyu, Taro pergi ke Istana Laut yang ada di dasar laut. Di
sana, Taro bertemu putri jelita di Istana Laut yang bernama Putri Oto.
Bagaikan mimpi, Taro ditemani Putri Oto selama beberapa hari. Hingga
akhirnya Taro ingin pulang. Putri Oto mencegahnya, tapi tahu usahanya
akan sia-sia. Putri Oto memberinya sebuah kotak perhiasan (tamatebako),
dan berpesan agar kotak tidak dibuka.
Dengan
menunggang seekor penyu, Taro tiba kembali di kampung halamannya. Namun
semua orang yang dikenalnya sudah tidak ada. Taro merasa heran, lalu
membuka kotak hadiah dari Putri Oto. Asap keluar dari dalam kotak, dan
seketika Taro berubah menjadi seorang laki-laki yang sangat tua. Menurut
perhitungan waktu di dasar samudra, Taro hanya tinggal selama beberapa
hari saja. Namun menurut waktu di daratan, Taro pergi selama 700 tahun.
Periuk Bunbuku
Periuk
Bunbuku (periuk teh pembagi keuntungan) adalah legenda asal kota
Tatebayashi, Prefektur Gunma yang secara turun temurun dikisahkan
sebagai dongeng di Jepang. Tanuki tampil sebagai tokoh utama, bisa
berganti wujud dan menipu manusia.
Di
suatu hari, seorang laki-laki miskin menemukan tanuki di dalam
perangkap. Merasa kasihan, binatang itu dilepaskannya. Di malam hari, ia
didatangi tanuki yang telah ditolongnya. Sebagai tanda terima kasih,
tanuki mengubah diri menjadi periuk agar bisa dijual untuk mendapatkan
uang.
Keesokan
harinya, periuk itu dijual kepada seorang bhiksu. Tiba di rumah, periuk
langsung dipakai untuk memasak air. Setelah api dinyalakan, tanuki
kepanasan dan langsung loncat dari perapian. Dalam wujud setengah tanuki
setengah periuk, tanuki lari pulang.
Tanuki
masih ingin mendapatkan uang lagi dan mengusulkan untuk membuka
pertunjukan akrobat. Atraksi berupa periuk (tanuki) yang berjalan di
atas tali. Pertunjukan mendatangkan banyak uang dan tanuki pun ikut
senang tidak sendirian lagi.
Putri Kaguya
Putri
Kaguya (Kisah Putri Kaguya) atau Taketori monogatari (Kisah Pengambil
Bambu) adalah cerita rakyat Jepang yang tertua. Kisah seorang anak
perempuan yang ditemukan kakek pengambil bambu dari dalam batang bambu
yang bercahaya.
Di
zaman dulu hiduplah seorang kakek bersama istrinya yang juga sudah tua.
Kakek bekerja dengan mengambil bambu di hutan. Bambu dibuatnya menjadi
berbagai barang, dan orang-orang menyebutnya Kakek Pengambil Bambu. Pada
suatu hari, ketika kakek masuk ke hutan bambu, terlihat sebatang bambu
yang pangkalnya bercahaya. Kakek merasa heran dan memotong batang bambu
tersebut. Keluar dari dalam batang bambu, seorang anak perempuan yang
mungil, tingginya cuma sekitar 9 cm tapi manis dan lucu. Anak perempuan
tersebut dibawanya pulang dan dibesarkannya seperti anak sendiri. Sejak
itu, setiap hari kakek selalu menemukan emas dari dalam batang bambu.
Kakek dan nenek menjadi kaya. Dalam 3 bulan, anak perempuan yang
dibesarkan tumbuh menjadi seorang putri yang sangat cantik. Kecantikan
putri ini sulit ditandingi, begitu cantiknya sehingga perlu diberi nama.
Orang-orang menyebutnya Putri Kaguya (Nayotake no kaguya hime).
Berita
kecantikan Putri Kaguya tersebar ke seluruh negeri. Pria dari berbagai
kalangan, mulai dari bangsawan hingga rakyat biasa, semuanya ingin
menikahi Putri Kaguya. Mereka datang berturut-turut ke rumah Putri
Kaguya untuk meminangnya, namun terus menerus ditolak oleh Putri Kaguya.
Walaupun tahu usaha mereka sia-sia, para pria yang ingin menikahi Putri
Kaguya terus bertahan di sekeliling rumah Putri Kaguya. Satu per satu
dari mereka akhirnya menyerah, dan tinggal 5 orang pria yang tersisa,
yang semuanya pangeran dan pejabat tinggi. Mereka tetap bersikeras ingin
menikahi Putri Kaguya, sehingga Kakek Pengambil Bambu membujuk Putri
Kaguya, "Perempuan itu menikah dengan laki-laki. Tolong pilihlah dari
mereka yang ada." Dijawab Putri Kaguya dengan, "Aku hanya mau menikah
dengan pria yang membawakan barang yang aku sebutkan, dan sampaikan ini
kepada mereka yang menunggu di luar."
Ketika
malam tiba, pesan Putri Kaguya disampaikan kepada kelima pria yang
menunggu. Pelamar masing-masing diminta untuk membawakan barang yang
mustahil didapat, mangkuk suci Buddha, dahan pohon emas berbuah
berkilauan, kulit tikus putih asal kawah gunung berapi, mutiara naga,
dan kulit kerang bercahaya milik burung walet. Pelamar pertama kembali
membawa mangkuk biasa, pelamar kedua membawa barang palsu buatan
pengrajin, dan pelamar ketiga membawa kulit tikus biasa yang mudah
terbakar. Semuanya ditolak Putri Kaguya karena tidak membawa barang yang
asli. Pelamar keempat menyerah akibat dihantam badai di perjalanan,
sedangkan pelamar kelima tewas akibat patah pinggang. Berita kegagalan
ini terdengar sampai ke kaisar yang menjadi ingin bertemu dengan Putri
Kaguya. Kakek Pengambil Bambu membujuk Putri Kaguya agar mau menikah
dengan kaisar, tapi Putri Kaguya tetap menolak dengan berbagai alasan.
Putri Kaguya bahkan tidak mau memperlihatkan dirinya di depan kaisar.
Kaisar akhirnya memutuskan untuk menyerah setelah saling bertukar puisi
dengan Putri Kaguya.
Musim
gugur pun tiba. Putri Kaguya menghabiskan malam demi malam dengan
memandangi bulan sambil menangis. Kalau ditanya kenapa menangis, Putri
Kaguya tidak mau menjawab. Namun ketika bulan 9 tanggal 15 (bulan
September) semakin dekat, tangis Putri Kaguya makin menjadi. Putri
Kaguya akhirnya mengaku, "Aku bukan manusia bumi, tanggal 15 ini di saat
bulan purnama, aku harus kembali ke bulan." Identitas sebenarnya Putri
Kaguya disampaikan kepada kaisar. Prajurit-prajurit gagah berani diutus
kaisar untuk melindungi Putri Kaguya dari jemputan orang bulan. Malam
bulan purnama itu pun tiba, sekitar jam 2 malam, dari langit turun
orang-orang bulan. Para prajurit dan Kakek Pengambil Bambu tidak mampu
mencegah mereka membawa Putri Kaguya kembali ke bulan. Putri Kaguya
adalah penduduk ibu kota bulan yang sedang menjalani hukuman buang ke
bumi. Sebagai tanda mata, Putri Kaguya memberikan obat hidup kekal
(tidak pernah mati) kepada kaisar. Namun tanpa Putri Kaguya, kaisar
tidak merasa perlu hidup selama-lamanya. Diperintahkannya obat tersebut
untuk dibakar di Suruga, di atas puncak gunung tertinggi di Jepang.
Gunung tersebut kemudian disebut "Fushi no Yama," dan akhirnya disebut
"Fujiyama" (Gunung Fuji). Obat yang dibakar di atas gunung kabarnya
membuat Gunung Fuji selalu mengeluarkan asap hingga sekarang.
Gunung Kachi-kachi
Gunung
Kachi-kachi adalah cerita rakyat Jepang tentang kelinci yang menghukum
tanuki karena perbuatannya membunuh nenek teman kelinci. Kata
"kachi-kachi" merupakan onomatope dari bunyi beradunya batu api yang
menurut pendengaran orang Jepang berbunyi "kachi-kachi". Cerita versi
aslinya dianggap terlalu kejam, sehingga beredar versi cerita yang lebih
halus. Akhir cerita juga sering diganti dengan kelinci menolong tanuki
yang hampir tenggelam dan hidup rukun bersama-sama.
Di
zaman dulu hidup sepasang kakek dan nenek. Setiap kali kakek bekerja di
ladang, tanuki datang mengganggu dengan bernyanyi-nyanyi. Lirik lagu
yang dinyanyikan tanuki berisi kutukan agar panen gagal. Bukan cuma itu,
tanuki juga menggali dan memakan bibit ubi yang ditanam kakek di
ladang. Kakek sangat marah dan memasang perangkap. Tanuki masuk
perangkap, diikat, dan dibawa pulang.
Setelah
diletakkan di dapur, kakek kembali ke ladang. Nenek yang menjumpai
tanuki di dapur setuju untuk melepasnya, karena sudah dibohongi tanuki
yang berjanji membantu membereskan rumah. Setelah terlepas, tanuki malah
memukuli nenek dan membunuhnya. Daging si nenek dimasak tanuki menjadi
sup. Kepulangan kakek dari ladang disambut tanuki yang sudah berubah
wujud menjadi si nenek. Kakek memakan sup yang disuguhkan "nenek" dengan
enaknya. Setelah sup habis dimakan, "nenek" kembali berubah wujud
menjadi tanuki dan menceritakan segalanya. Sambil tertawa-tawa, tanuki
pulang ke gunung.
Kelinci
sahabat si kakek mendengar peristiwa ini dan memutuskan untuk membalas
dendam. Tanuki kebetulan kenal dengan kelinci dan percaya saja dengan
ajakan kelinci untuk mengumpulkan kayu bakar dengan imbalan uang.
Setelah ranting kering terkumpul, Tanuki berjalan di muka sambil
memanggul ikatan ranting kering. Kelinci mengikuti dari belakang karena
ia ingin membakar ranting kering di punggung tanuki. Tanuki bisa
mendengar suara "crek-crek" dari dua buah batu api yang
dibentur-benturkan kelinci, tapi pandangannya terhalang ranting kering
yang sedang dipanggulnya. "Bunyi apa itu 'crek-crek'?" tanya tanuki.
Kelinci menjawab, "Oh, itu suara burung Crek-crek dari Gunung Crek-crek
yang ada di sebelah sana."
Setelah
berhasil membakar punggung tanuki, kelinci menjenguk tanuki yang sedang
sakit luka bakar. Tanuki diberi mustard yang menurut kelinci adalah
salep obat luka bakar. Mustard yang dioleskan pada luka bakar di
punggung tanuki makin membuat tanuki kesakitan. Di akhir cerita, tanuki
diajak kelinci pergi memancing di danau. Perahu yang dinaiki kelinci
dibuat dari kayu, tapi tanuki diberi perahu yang dibuat dari lumpur.
Terkena air, perahu lumpur menjadi lunak dan tenggelam. Tanuki berenang
sekuat tenaga ke tepian, tapi dipukuli kelinci dengan dayung dan mati tenggelam.
0 komentar
Posting Komentar