Penggalian Manusia Purba
Darimanakah
manusia berasal…?? Suku Maori (suku asli Selandia Baru) menganggap
dahulu langit dan bumi menyatu. Semesta diselimuti gelap gulita. Manusia
adalah hasil dari pemisahan langit dan bumi karena ulah putra bumi dan
langit yang menginginkan cahaya dan mengerahkan kekuatannya untuk
memisahkan ayah dan ibunya. Sehingga manusia yang tadinya berada di
dalam kegelapan mulai terlihat. Sementara dalam dongeng Jerman, dewa
langit dan dewa lainnya suatu hari sedang berjalan-jalan di tepi pantai.
Pada suatu gundukan pasir mereka melihat dua buah pohon dan merubahnya
menjadi manusia.
Lalu
ketika zaman berganti, muncul pula Darwin dengan teori evolusi yang
mengatakan manusia berasal dari kera. Teori ini perlahan mulai diterima
manusia. Banyak orang berpendapat manusia adalah hasil dari suatu
perubahan genetik selama berjuta-juta tahun dari suatu sosok makhluk
hidup yang bernama kera.
Namun
sama halnya dengan dongeng-dongeng yang diceritakan pada awal kisah
tadi, orang-orang mulai bertanya, darimanakah atau dimanakah tepatnya
awal dari proses evolusi itu terjadi…?
Manusia dari Eropa..?
Pilot Chesley
Di
abad-abad terakhir ini, orang beranggapan, benua Eropa adalah tempat
berasalnya manusia. Hal ini bukannya tidak beralasan. Di eropa bagian
barat banyak ditemui tempat-tempat peninggalan prasejarah. Di kurun
waktu 1823 hingga 1925 ada sekitar 116 peristiwa penemuan tulang
belulang manusia purba. Di antaranya ada ditemukan tulang kera yang
berubah menuju bentuk manusia. Namun tetap aja, itu tulang-tulang kera.
Sementara sisa-sisa zaman batu (telah melewati masa evolusi), kurang
lebih ada 236 peristiwa penemuan di seluruh Eropa.
Lalu
di Prancis pada tahun 1856, ditemukan fosil manusia kera. Fosil itu
dianggap sebagai fosil terlama yang ditemukan di masa itu. Maklumlah,
saat itu riset yang dilakukan di Asia dan Afrika belum memberikan hasil
yang maksimal. Jadi, bisa disimpulkan, Eropa lah tempat awal terjadinya
proses evolusi itu. Apalagi para ilmuwan di Eropa saat itu tampaknya
lebih memilih tempat tinggalnya sebagai tempat asal muasal manusia dan
mengenyampingkan kemungkinan-kemungkinan geografis benua lain yang
mungkin lebih unggul seperti Asia dan Afrika.
Eugene Dubois
Eugene Dubois
Namun
pada akhir abad 19, seorang berkebangsaan Belanda bernama Eugene Dubois
(1858-1940), berhasil menghadirkan penemuan yang luarbiasa di sini, di
Indonesia. Eugene dan penemuannya adalah orang yang pertamakali
menentang teori manusia pertama berasal dari Eropa.
Eugene
Dubois adalah seorang dokter penganut setia teori evolusi milik Darwin.
Dokter muda ini memiliki semangat luarbiasa hingga mampu menutupi
(lebih tepatnya menemukan) kekosongan proses evolusi antara kera ke
manusia. Ia percaya di Asia pasti ditemukan fosil yang lebih tua dari
eropa.
Pada
tahun 1887 dengan hati yang menggebu-gebu dokter Belanda ini datang ke
pulau Jawa. Eugene bekerja pada sebuah rumah sakit. Pada waktu senggang
ia tak segan-segan merogoh koceknya untuk menyewa 50 orang tahanan
pribumi dan bersama-sama berjalan menyusuri tepi kiri dan kanan Bengawan
Solo sambil meneliti lokasi potensial yang mungkin menyimpan tulang
belulang manusia purba.
Siapa
menyangka, pekerjaan yang nyaris tak mungkin itu membuahkan hasil.
Dokter muda yang basicnya bukan seorang arkeolog ini, mendapatkan hasil
yang menggemparkan dunia. Suatu hari di tahun 1890 di suatu lokasi di
sekitar Bengawan Solo (daerah Sangiran), Eugene dan teman-temannya
menemukan sepotong kerangka rahang atau geraham manusia purbakala.
Kemudian
setahun berikutnya (1891) di kampung Trinil-Solo, mereka kembali
menemukan batok kepala atau tengkorak manusia purbakala yang mencirikan
kera. Selanjutnya di tahun 1892, kelompok Eugene menemukan tulang kaki
manusia purba yang mirip kaki manusia modern. Dari bentuk tulang kaki
itu, bisa disimpulkan pemilik tulang tersebut sudah bisa berjalan dengan
kedua kakinya.
Setelah
penemuan-penemuan itu Eugene mengambil kesimpulan, tengkorak atau batok
kepala dan kaki itu adalah milik satu orang yang sama. Dan orang itu
adalah nenek moyang dari manusia yang ada sekarang. Dengan kata lain,
tulang belulang dari pertengahan mata rantai teori evolusi milik Darwin.
Pada
tahun 1894 Eugene Dubois membuat semacam makalah yang berisi laporan
hasil penelitiannya. Ia menamakan fosil itu sebagai “manusia kera yang
berdiri” atau manusia Jawa. Belakangan, dunia arkeolog menyebutnya
dengan Pithecanthropus Erectus. Setelah penemuan itu dipublikasikan,
timbullah pertentangan yang hebat di kalangan para ilmuwan di masa itu.
Teori manusia berasal dari daratan Eropa yang selama ini membuai para
ilmuwan, seakan terbantah oleh penemuan yang luarbiasa dari Eugene
Dubois.
Para
ilmuwan yang mendukung teori manusia dari Eropa dibuat gelisah dan tak
bisa duduk dengan tenang. Mereka pun menyatakan tidak percaya dengan
penemuan Eugene dan mencurigainya. Beberapa di antara para ilmuwan malah
berasumsi bahwa fosil yang ditemukan Eugene di Indonesia adalah
sepotong tulang dari kera atau hewan sejenis. Sedangkan yang lainnya
menganggap fosil itu adalah tulang belulang manusia cacat. Sayangnya,
selain manusia Jawa temuan Eugene, tidak ada penemuan lain di benua Asia
maupun benua Afrika. Akibatnya, di tengah kerasnya bantahan para
ilmuwan Eropa, laporan Eugene lenyap. Sehingga teori yang dilontarkan
Eugene hilang selama kurang lebih 30 tahun lebih.
Namun
ternyata waktu juga yang berhasil menghalau kabut yang menutupi
kebenaran teori Eugene. Seiring memasuki abad 20, makin banyak terjadi
penemuan fosil manusia purba di sekitar kawasan tempat Eugene Dubois
melakukan penggalian. Akhirnya, teori yang menyatakan manusia berasal
dari Eropa, hanya tinggal cerita dongeng saja. Manusia Jawa yang
diperkirakan hidup antara 700.000 hingga 1.200.000 tahun lalu, akhirnya
diakui sebagai penemuan manusia purba yang berusia paling tua. Jerih
payah Eugene Dubois dinilai sangat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
Arkeologi. Namanya serta penemuannya yang spektakuler, dicantumkan dalam
buku sejarah.
Mungkin
dalam dunia scient, orang beranggapan Afrika adalah daratan yang
tertua. Namun penemuan Eugene dan teman-temannya di Indonesia, layak
dihormati. Lagipula, belum ada penemuan sekaliber Eugene Dubois di
Afrika hingga saat ini.
(berbagai sumber)
Sangiran, Gudang Fosil Purbakala Kelas Dunia
Sangiran, Surga Arkeologi
Sangiran
adalah situs warisan dunia. Tidak ada yang dapat menyangkal hal itu. Di
mata orang awam, Sangiran memang tidak sekondang Borobudur. Sebab
utamanya berpulang ke daya tarik visual. Orang yang Borobudur sudah
memenuhi benaknya dengan bayangan hal-hal aneh, megah atau menakjubkan.
Sesampai di tujuan yang mereka lihat mungkin berbeda namun tidak
berselisih jauh dari bayangan.
Calon
pengunjung Sangiran dengan isi kepala serupa pasti akan kecewa. Peminat
kepurbakalaan (utamanya pelajar-mahasiswa) pun kerap melihat situs yang
namanya perkasa di peta evolusi ini ‘lebih ramai cerita ketimbang
pentasnya’. Namun, tak dapat dipungkiri, tempat ini adalah gudangnya
fosil purbakala sejak penemuan Eugene Dubois. Temuan fosil di situs
Sangiran memiliki arti signifikan dalam perkembangan ilmu pengetahuan.
Tapi
jangan lupa, khususnya bagi Indonesia, ilmu yang membahas fosil-fosil
itu kurang populer. Untuk mudahnya, bukan ilmu yang bisa (langsung)
menghasilkan uang. Mayoritas dari kita, diakui atau tidak, bersekolah
untuk mendapat pekerjaan, demi mengasapi dapur dan syukur-syukur bisa
mengubah nasib. Bidang studi yang dijubeli calon mahasiswa hingga hari
ini belum bergeser dari teknik, kedokteran, ekonomi dan hukum. Akibatnya
apresiasi bagi situs Sangiran hanya sekadarnya.
Sangiran
terletak 20-an km di utara Solo. Cara termudah untuk mengunjungi museum
Sangiran adalah dengan naik sepeda motor. Bila memakai angkutan umum,
dari terminal Tirtonadi, Solo, orang bisa naik bis jurusan Purwodadi
(bis besar) atau Gemolong (bis 3/4). Bilang pada awak bis untuk turun di
Kalijambe, di pertigaan ke Sangiran. Dari pertigaan ke museum dengan
ojek.
Museum
Sangiran dilengkapi dengan gedung pertunjukkan. Bila kuota peminat
tercukupi, VCD “The Foot Print of Fore Fathers” akan diputar. Tayangan
berdurasi 20 menit itu padat informasi. Pembentukan kubah Sangiran
karena aktivitas Gunung Lawu purba, pelapukan karena hujan,
terkelupasnya lapisan tanah, tereksposnya fosil, muncul berturut-turut
di layar.
Di
bagian kedua ada episode keluarga Pithecanthropus memburu Stegodon
Trigonochepalus (gajah purba berkepala bentuk segitiga). Antara nonton
VCD dan kunjungan ke museum mestinya satu paket. Urutannya pun tak boleh
di balik. Menikmati VCD di sini untuk mengasah apresiasi. Setelah itu,
sembari mengamati fosil-fosil di balik etalase, imajinasi akan lebih
hidup
Sumber: http://misteri-us.blogspot.com/2009/12/manusia-jawa-adalah-nenek-moyangnya.htm
0 komentar
Posting Komentar