Foto Stefanie Isak dan Adolf Hitler. Kalau saja kedua insan ini bersatu... apa kata dunia?
August Kubizek, sahabat dekat Adolf Hitler sewaktu masih ABG
Bisa
dibilang bahwa sejarah kehidupan Adolf Hitler adalah merupakan salah
satu yang paling lengkap karena telah banyak buku ditulis mengenainya.
Meskipun begitu, fase kehidupannya di masa muda (terutama ketika masih
menjadi ABG di kota Linz dan Wina) tetaplah diselimuti oleh misteri dan
kontroversi.
Seperti
apa pandangan politiknya masa itu? Siapa saja temannya? Bagaimana
hubungannya dengan ibu tercintanya? Apakah dia termasuk cowok gaul atau
tidak?
Di
atas semuanya, mungkin, adalah bagaimana hubungan dia dengan
orang-orang Yahudi pada saat itu? Banyak rumor, teori dan spekulasi
bermunculan mengenai masalah ini, meskipun hanya sedikit saja yang bisa
dibuktikan kebenarannya.
Selama
berdekade-dekade, para penulis biografi Hitler mengandalkan sumber
tulisan mereka pada memoir Hitler yang ditulis oleh sahabatnya pada
periode 1904 dan 1908, August Kubizek.
Sekarang, setelah hampir 70 tahun buku tersebut ditulis, akhirnya terbitlah versinya yang berbahasa Inggris.
Dan
meskipun telah terbit versi sebelumnya yang telah digunakan oleh partai
Nazi sebagai biografi resmi dari Hitler (tentunya dengan telah melalui
pengeditan terlebih dahulu!), tapi tetap saja buku Kubizek tanpa sensor
yang beredar kali ini benar-benar memberi titik terang pada
pemikiran-pemikiran Hitler pada saat itu.
Karena
dalam buku ini diulas untuk pertama kalinya obsesi remaja Hitler
terhadap seorang gadis cantik bernama Stefanie Isak - yang dari nama
belakangnya saja sudah ketahuan kalau gadis ini adalah keturunan Yahudi!
Dan
meskipun biografer Hitler terkemuka Sir Ian Kershaw sudah menerangkan
bahwa perasaan Hitler pada saat itu hanyalah "ketertarikan remaja biasa"
saja, tapi kecenderungan Hitler yang telah secara berani menguntit
gadis ini kemanapun dia pergi, berangan-angan menculiknya dan bahkan
siap untuk bunuh diri barengan memperlihatkan pada kita bahwa hal ini
lebih serius dari sekedar 'cinta monyet' belaka!
Lebih
jauh lagi, kisah August Kubizek mengungkapkan fakta lain bahwa Hitler
sama sekali tidak peduli pada latar belakang gadis tersebut yang masih
keturunan Yahudi.
Kubizek
sendiri adalah musisi yang, sama seperti Hitler, berasal dari Linz.
Catatan yang dikumpulkannya begitu berharga bila kita ingin melihat
Hitler di masa-masa awal, karena inilah satu-satunya deskripsi yang kita
punyai yang mengungkapkan secara gamblang kehidupan Hitler di masa
remaja dari pengamatan sahabat terdekatnya. Bahkan kemudian Kubizek
mengklaim lebih jauh lagi bahwa hanya ada satu teman saja dalam
hidupnya, dan dia adalah Adolf.
Ketika
Hitler ditolak masuk Akademi Seni Wina, Kubizek sendiri melenggang
masuk di Vienna Conservatoire untuk memperdalam musik. Meskipun
jelas-jelas lebih berhasil dari Hitler pada masa itu, tapi pribadi
Hitler yang kuat dan membius tetaplah membuat Kubizek hanyalah menjadi
sahabat yang selalu manut bila di dekatnya.
Kubizek
mencatat bahwa Hitler tergila-gila dengan Stefanie selama empat tahun,
dari pertama umurnya masih di usia 16. Dia mengingat betapa pada suatu
sore di musim panas tahun 1905 ketika mereka sedang berjalan-jalan di
Landstrasse di Linz: "Adolf menggenggam tanganku dan kemudian bertanya
dengan penuh keingintahuan tentang pandanganku terhadap gadis pirang
langsing yang juga sama sedang berjalan bergandengan tangan dengan
ibunya. 'Kamu harus tahu, aku jatuh cinta kepadanya,' katanya secara
terus terang."
Nama
Stefanie Isak sendiri tak pernah terungkap dalam biografi resmi Hitler
zaman Third Reich karena telah mendapat sensor sebelumnya. Kubizek
barkata bahwa Stefanie memang "seorang gadis yang cantik dengan badan
langsing dan tinggi badan lumayan."
"Matanya
sangat indah, terang dan ekspresif. Dia berpakaian dengan sepantasnya,
dan perhiasan yang melekat di tubuhnya menunjukkan bahwa dia berasal
dari keluarga yang terpandang dan berkecukupan."
Dan
itulah satu-satunya informasi yang diketahui oleh kedua anak muda ini!
Mereka lalu memutuskan untuk berdiri di dekat jembatan menuju alun-alun
utama setiap jam lima sore di jalan yang biasa dilewati Stefanie setiap
hari.
"Tidak
pantas rasanya bila kita seenaknya memanggil nama Stefanie," kata
Kubizek, "karena tidak ada seorang pun dari kami berdua yang pernah
diperkenalkan kepada gadis muda tersebut. Tatapan mata haruslah
menggantikan perkenalan, dan sejak saat itu Adolf tak pernah melepaskan
pandangan matanya dari Stefanie. Saat itu dia jadi berubah, tidak lagi
menjadi dirinya sendiri." Bagi seseorang yang selalu mencela dengan
berani kebiasaan-kebiasaan 'resmi' para kaum borjuis, Hitler menjadi
seorang yang lemah kala berhadapan dengan rasa malunya terhadap wanita.
Pada
saat itu, Landstrasse menjadi tempat favorit para kaum muda untuk
saling mengadakan janji temu. "Banyak terjadi perkenalan, dan para
perwira militer muda adalah yang paling berpengalaman dalam hal ini,"
ingat Kubizek.
Hitler
akan menjadi sangat marah bila melihat setiap perwira muda yang
mengajak ngobrol Stefanie. Jelas saja Kubizek sangat bersimpati terhadap
kondisi Hitler saat itu. "Hitler yang miskin dan berpenampilan
biasa-biasa tentu saja tidak akan setara bila dibandingkan dengan
letnan-letnan muda ini dengan seragam mereka yang mentereng." Bukannya
melakukan pendekatan terhadap Stefanie atau melatih rasa kehumorisannya
untuk menarik simpati gadis tersebut, Hitler malah makin dalam tenggelam
dalam bayangan yang diciptakannya sendiri. "Orang-orang bodoh yang
angkuh," begitu biasa Hitler menyebut para saingannya tersebut.
Kubizek
menulis bahwa kebenciannya terhadap mereka mendorong sikapnya ketika
telah menjadi penguasa yang tidak pernah mau berkompromi terhadap kelas
perwira militer Jerman secara keseluruhan, dan segala sesuatu yang
berhubungan dengan militer secara umum. Kenyataan bahwa Stefanie bergaul
dengan para perwira muda yang "mengandalkan seragam semata untuk
merayu" ini benar-benar mengganggu pikiran Hitler
Untungnya,
meskipun Stefanie yang saat itu berusia 17 tahun sering ngobrol-ngobrol
dengan perwira-perwira muda Austria, tapi dari ekspresinya terlihat
bahwa itu bukanlah kegiatan favoritnya. Gadis ini memang selalu ramah
terhadap siapapun, dan tak pernah benar-benar menyadari bahwa ada
seorang penguntit 'setia' yang selalu memperhatikannya setiap waktu.
Kubizek
berkata, "Stefanie tak pernah benar-benar mengetahui betapa dalam cinta
Hitler kepadanya. Dia hanya menganggap Hitler sebagai seorang yang
pemalu, meskipun di lain pihak begitu gigih dan memujanya dengan setia."
"Ketika
gadis itu meresponsnya dengan senyuman tatkala bertatapan dengan
Hitler, temanku langsung berubah gembira, sesuatu yang tak pernah
kulihat sebelumnya."
"Tapi
ketika Stefanie, seperti kepada semua pria lainnya, kemudian membalik
mukanya dan lalu bersikap biasa-biasa saja, Hitler begitu terpukul dan
rasa-rasanya saat itu dia siap untuk menghancurkan dirinya sendiri dan
juga dunia."
Tak
lama Hitler meminta bantuan Kubizek untuk mencari tahu segala sesuatu
tentang Stefanie. Ternyata ibunya adalah janda dan mereka tinggal di
dekat Urfahr, sementara saudara laki-lakinya menjadi mahasiswa hukum di
Wina.
Dari usia 16 sampai 20 tahun, bagi Adolf tak ada lagi wanita lain di hatinya selain Stefanie.
Hitler
selalu membandingkan Stefanie dengan penyanyi opera pujaannya, dan dia
selalu meyakinkan dirinya bahwa Stefanie juga memiliki suara dan bakat
musik yang lebih dari cukup untuk menjadi seorang penyanyi opera.
Selain
itu, sisi romantis Hitler mengemuka ketika ia menulis berpuluh puisi
untuk gadis pujaannya, dengan judul-judul seperti "Nyanyian Pujian Untuk
Sang Tercinta".
Meskipun
saat ini tak ada lagi "jejak" mengenai keberadaan puisi Hitler
tersebut, tapi setidaknya Kubizek mengingat salah satu di antaranya,
yang dibacakan langsung oleh Hitler di hadapannya: "Stefanie, sang
perawan dari kaum terhormat, dengan gaun beludru biru hitam yang
berombak, berkendara dengan kudanya melintasi padang rumput berbunga,
rambutnya yang keemasan jatuh menjuntai di bahu; langit biru cerah di
atas; semuanya begitu murni, mendatangkan kilau kebahagiaan."
Kubizek
mengingat betapa wajah Hitler dipenuhi oleh kegembiraan luar biasa kala
dia membaca ulang bait-bait karyanya. Dahsyatnya, selama empat tahun
pemujaannya terhadap Stefanie, tak pernah sekalipun Hitler memberanikan
dirinya untuk setidaknya mengajak berkenalan atau bahkan bertukar kata
dengan gadis tersebut. Dia berkeras bahwa bila waktunya telah tiba untuk
mereka bersua, tak perlu lagi ada kata yang harus keluar!
"Bagi
manusia-manusia luar biasa seperti aku dan Stefanie," kata Hitler
kepada Kubizek, "Tak dibutuhkan komunikasi biasa yang datangnya dari
mulut; manusia-manusia luar biasa akan saling mengerti hanya melalui
intuisinya masing-masing." Lebih-lebih lagi, Hitler meyakinkan dirinya
bahwa Stefanie tidak hanya tahu akan semua pikiran dan ide-idenya, tapi
juga mempunyai pemikiran yang sama dan menanggapinya dengan antusias.
Begitu besarnya keyakinan Hitler sehingga dia yakin bahwa mereka bisa
saling berhubungan melalui telepati!
Ketika
Kubizek mengutarakan keraguannya kalau Hitler bisa mengetahui semua apa
yang Stefanie sedang pikirkan (mengingat bahwa untuk ngobrol pun mereka
belum pernah), sang calon diktator langsung marah dan berteriak:
"Sederhana saja, kau tidak mengerti, karena kau tidak pernah tahu apa
arti sesungguhnya dari cinta yang tidak biasa."
Hitler
lalu berkata bahwa adalah mungkin untuk mentransmisikan
pikiran-pikirannya ke Stefanie hanya dengan menatapnya! Hitler juga
meyakinkan dirinya bahwa sikap Stefanie yang selalu ramah dan terbuka
pada orang lain hanya merupakan pengalihan saja dari rasa cinta yang
sebenarnya terhadap Hitler.
Tapi
tetap saja, sikapnya ini dikalahkan oleh rasa cemburu yang menggila
manakala dilihatnya Stefanie berdekatan atau ngobrol dengan lelaki lain.
Yang
tak pernah berani dilakukan Hitler adalah, sederhana saja: cukup
mengenalkan dirinya pada ibu Stefanie dalam perjalanan yang biasa
dilakukannya, lalu meminta izin untuk mengiringi mereka dan kemudian
baru berkenalan dengan anaknya. Hal tersebut merupakan cara perkenalan
yang sudah biasa terjadi di masa itu.
Karena
saat itu Hitler hanya berprofesi sebagai seorang pelukis jalanan yang
berpenghasilan tak tentu, Hitler merasa bahwa bagi ibu Stefanie,
pekerjaan sebagai pelukis jauh lebih penting dibandingkan dengan
namanya, dan dia akan terkesan. Bahkan, Hitler mengkhayal lebih jauh
lagi dengan meyakini bahwa Stefanie tak punya keinginan lain selain
menunggu sampai Hitler datang untuk melamarnya!
Tapi
Hitler juga merasa terganggu ketika mengetahui bahwa Stefanie mempunyai
hobi berdansa, sesuatu yang jauh berbeda dibandingkan dengan
kebiasaannya (saat itu) yang biasa merokok sambil minum bir di bar.
Sambil bercanda, Kubizek menyarankan agar Hitler mengambil kursus dansa
saja. Tak lama, acara jalan-jalan mereka tidak lagi diisi oleh
obrolan-obrolan tentang teater atau jembatan Danube (topik favorit
seniman Austria), melainkan tentang dansa dan seluk-beluknya!
"Bayangkanlah
sebuah ballroom yang penuh sesak," kata Hitler kepada Kubizek, "Dan
bayangkan kalau kau tuli. Kau tak dapat mendengar suara musik yang
membuat orang-orang ini bergerak dengan indahnya, kemudian perhatikan
pola gerakan mereka yang tidak mengarah kemana-mana... Bukankah ini
adalah sesuatu yang nonsense?" Ketika Kubizek mengutarakan
ketidaksetujuannya, Hitler berteriak kepadanya, "Tidak, tidak, tak akan
pernah! Aku tak akan pernah mencoba belajar untuk berdansa! Apakah kau
mengerti? Sekali Stefanie sudah menjadi istriku, dia tak akan pernah
lagi berkeinginan untuk berdansa!"
Depresi
karena tahu kebiasaan dansa Stefanie ini, membuat Hitler berpikiran
nekad: dia akan menculik Stefanie! "Dia menerangkan rencananya kepadaku
bersama dengan detailnya, termasuk peran yang harus aku lakukan. Aku
akan mengajak ibunya berbincang-bincang sementara Hitler membawa kabur
gadis itu."
Setelah
rencana ini dibatalkan karena tidak adanya dana untuk memulai hidup di
'pengasingan' (hahaha!), Hitler begitu stresnya sampai memutuskan untuk
bunuh diri saja! "Dia akan mencoba terjun ke sungai dari jembatan
Danube," kata Kubizek, "Dan semuanya akan berakhir saat itu juga. Tapi
Hitler berkeras untuk membawa Stefanie bersamanya ke alam kubur."
"Sekali
lagi, sebuah rencana dibuat lengkap dengan detailnya. Setiap fase dari
tragedi yang direncanakan tersebut telah dirancang dengan teliti oleh
Hitler."
Tentu
saja, 40 tahun Hitler pun merencanakan hal yang sama bersama dengan
istrinya Eva Braun (yang baru dinikahinya beberapa jam sebelumnya).
Untungnya, ketika rencana frustasi terhadap Stefanie itu hampir saja
dijalankan, mood Hitler menjadi makin cerah. Bulan Juni 1906 di festival
Bunga Linz, dia dan Kubizek nongkrong di pinggir jalan sempit bernama
Schmiedtorstrasse, untuk menjadi penonton dari festival yang dipenuhi
oleh gadis-gadis muda yang lewat melintas mereka.
"Stefanie
telah mengisi buket yang biasa dibawanya dengan bunga-bunga liar
sederhana dan bukannya bunga mawar seperti gadis lainnya," ingat
Kubizek. "Mata Adolf langsung bersinar cerah. Stefanie melemparkan
pandangan kepadanya dan tersenyum. Lalu kemudian... aku tak percaya apa
yang aku lihat, gadis jelita itu mengambil setangkai bunga dari buketnya
lalu melemparkannya ke Adolf yang hanya bisa ternganga!"
Efek
yang terjadi kemudian pada Hitler begitu luar biasa. "Tak pernah lagi
aku melihat sahabatku begitu berbahagia selain saat itu."
"Dia mencintaiku!" Hitler berkata pada Kubizek. "Kau lihat sendiri! Dia cinta padaku!"
Satu
perbuatan sederhana yang didorong oleh kebaikhatian telah menyelamatkan
Stefanie tanpa disadarinya. Dia terhindar dari rencana matang yang
telah disiapkan Hitler untuk menculik dan membunuhnya. Sejak saat itu,
Hitler menyimpan bunga pemberian Stefanie di dompetnya selama
bertahun-tahun!
Tapi
tetap saja Hitler menjadi fans berat Stefanie dan selalu menguntitnya
kemanapun gadis ini pergi. Pada satu saat Hitler pernah bilang ke
Kubizek bahwa Stefanie mempunyai suara soprano yang indah, suatu fakta
yang ia tahu berdasarkan hasil rantang-runtungnya mengikuti jejak gadis
tersebut!
Hitler
pun pernah membuat sketsa sebuah rumah bergaya renaissance yang dia
gadang-gadang sebagai rumahnya dan Stefanie kelak setelah mereka
menikah, lengkap dengan ruang pianonya segala.
Dia
selalu nongkrong di Schmiedstrasse demi berharap mendapatkan senyum
untuk kedua kalinya. Ketika dia meninggalkan Linz, Hitler meminta
laporan rutin mengenai Stefanie dari Kubizek yang dikirimkan melalui
kartu pos.
Hitler
selalu berkata bahwa dia pasti akan berbicara dengan gadis itu besok,
tapi "besok tak pernah tiba, dan minggu, bulan serta tahun berlalu tanpa
pernah dia mengambil satu langkah sederhana untuk mencoba
peruntungannya dengan gadis yang telah begitu mengharu-biru hidupnya
selama bertahun-tahun."
Tentu
saja, kalau Hitler benar-benar berbicara dengan gadis tersebut,
pastilah dia 'tersadarkan' bahwa Stefanie sama saja dengan gadis normal
lainnya, dan bukannya seorang bidadari dari kayangan yang mengisi semua
harapan, angan-angan dan rencananya akan diri seorang wanita di mata
sang calon diktator.
Hitler
telah begitu dalam tenggelam dalam bayangan yang diciptakannya sendiri
akan gadis ini sehingga, seperti yang Kubizek rasakan, kemungkinan bahwa
impian Hitler akan segera berantakan begitu dia bicara dengan gadis itu
adalah salah satu pendorong kuat mengapa mereka tidak pernah saling
berbicara.
Ternyata
kemudian diketahui bahwa meskipun namanya berbau Yahudi, Stefanie dan
keluarganya sendiri bukanlah datang dari kalangan tersebut. Tapi tentu
saja Hitler dan Kubizek tidak tahu akan hal tersebut saat itu, dan
perbedaan antara Yahudi dan bukan Yahudi tidaklah menjadi masalah
berarti bagi sang calon penguasa Jerman yang kelak dikenal karena
"anti-Yahudi"-nya.
Apakah
Hitler membenci Yahudi hanya sebagai alat dirinya naik kekuasaan di
tengah situasi yang kacau balau, adalah suatu kemungkinan yang bisa
dikedepankan, karena jelas-jelas secara pribadi dirinya pernah mempunyai
pengalaman jatuh cinta kepada wanita golongan tersebut (setidaknya
seperti yang disangkanya), dan seperti yang kita tahu, hal itu tidak
menjadi masalah berarti bagi Hitler muda.
Bila
kemudian takdir menentukan Stefanie jatuh cinta kepada Hitler dan
mereka menjadi pasangan, tentunya yang menelan pil sianida di bunker
Berlin tahun 1945 bukanlah Eva Braun lagi!
Pada
kenyataannya, Stefanie kemudian menikah dengan seorang perwira Angkatan
Darat dan tinggal di Wina setelah Perang Dunia II. Dia tak pernah
menyadari bahwa di masa mudanya ada seorang pemuda yang begitu
tergila-gila, seorang pemuda yang kelak menjadi salah satu manusia
paling dikenal dalam sejarah...
Sumber: http://alifrafikkhan.blogspot.com/2010/03/adolf-hitler-pernah-mempunyai-pacar.htm
0 komentar
Posting Komentar